Setelah lama mencari-cari arah hidupnya akhirnya dia menemukan romantisme pada "penemuan ilmiah". Namun tidak gampang bagi muda-mudi Polandia untuk belajar karena hal itu dilarang oleh pemerintah penjajah sehingga mereka harus sembunyi-sembunyi mengadakan kuliah dan diskusi ilegal. Minatnya pada ilmu membuat Marie dengan kakaknya berniat belajar di Paris dan bergantian dalam membiayai ongkosnya. Marie memutuskan kakaknya (Bronia) pergi ke Paris terlebih dahulu dengan tabungan bersama mereka. Selama ia menunggu gilirannya, Marie banyak membenamkan diri dalam buku-buku ilmu pengetahuan sambil bekerja sebagai pengasuh anak untuk mencari uang untuk ditabung dan mencukupi kebutuhan hidupnya. Sebagai gadis miskin cintanya pernah ditolak oleh seorang pemuda kaya kerena dianggap tidak sebanding hartanya. Begitulah cinta pertamanya berakhir dengan kepahitan yang hampir membuatnya putus asa. Tapi hal itu justru menambah semangatnya untuk menjadi maju dan memimpikan Paris, kota yang bak magnet bagi para pengelana muda.
Sorbonne
Saat berusia 24 tahun impian studinya tercapai, ia diterima di Faculte de Sciences Universitas Sorbonne, Paris. Kala itu sains lagi naik daun menggeser pamor dari ilmu sastra dan teologi yang pernah berjaya. Di zaman itu, di Sorbonne terdapat para pelopor riset modern yang menjadi gurunya seperti Emile Duclaux, Henri Poincare dan Gabriel Lippman. Suasana kota Paris pun tidak kalah menariknya hingga Marie benar-benar merasakan kebebasan yang tidak bisa didapatkan di negara asalnya. Ia bahkan mengubah namanya menjadi dari Maria menjadi Marie karena kecintaannya pada pula pada Paris. Namun meski hidup di pusat mode, dia selalu bersahaja dalam segala hal termasuk dalam gaya berpakaiannya yang praktis (seperti terlihat pada foto).
Karena sifatnya yang pemalu dan kurang lancar berbahasa Perancis, Marie kurang banyak bergaul dengan teman-teman dari Perancis. Jadwal utamanya di Paris hanyalah mengikuti kuliah, praktikum di lab dan membaca di perpustakaan. Waktu inilah yang dianggapnya sebagai salah satu kenangan termanis hidupnya, masa sepi yang diabadikan buat belajar. Marie sempat pula turun semangat. Pertama karena teringat keluarga dan tanah kelahirannya. Dan kedua karena ia putus hubungan dengan Lamotte, pujaan hatinya. Hal itu tentu saja mengganggu kuliahnya sampai suatu ketika ia diminta oleh Prof. Lippmann untuk menjadi asistennya. Pada akhir tahun 1893, mereka meneliti sifat magnetis baja yang banyak mengalihkan perhatiannya dan memberinya banyak pengalaman dalam penelitian.
Pierre Curie
Marie dan Pierre Curie |
Suatu ketika, Marie mengunjungi rumah seorang ahli fisika Polandia dan dikenalkan pada Pierre Curie. Dasar jodoh, keduanya ngobrol sana-sini tetap saja nyambung. Mereka sama-sama serius dan memiliki tingkat intelektual yang sejajar namun sama-sama pula sering dianggap "tidak diperhitungkan". Pierre adalah ahli fisika Perancis penemu piezoelektrik dan elektrometer. Saat itu ia menjabat sebagai kepala lab School of Industrial Physics and Chemistry. Tidak lama kemudian, mereka menikah. Bulan madunya sederhana yaitu bersepeda keliling Inggris. September 1897, putri pertamanya, Irene lahir.
Radioaktivitas
Semenjak Wilhelm Rontgen menemukan fenomena luminensi sinar X dan Henri Becquerel mengaitkannya dengan fluoresensi, keingintahuan ilmuwan tentang bidang radiasi semakin menjadi-jadi. Sayang sekali, penelitian ini menemui jalan buntu karena belum dapat mengungkap jenis radiasi aneh yang berbeda dengan sinar X. Becquerel sendiri waktu itu hanya tahu adanya sinar yang sangat kuat, tidak dapat dilihat dan sama sekali belum dikenal.
Marie Curie merasa tertantang dengan kelanjutan penelitian Becquerel. Ia mulai bereksperimen tanggal 16 Desember 1897 tentang radiasi potasium uranil sulftat. Lalu dilanjutkan dengan penelitian radioaktivitas pada beragam uranium. Dari eksperimen yang dikerjakannya bersama suaminya itu, ternyata ia menemukan fakta bahwa uranium lebih radioaktif dalam bijih (pitchblende) daripada dalam keadaan murni. Jika pitchblende beradioaktivitas sebesar 83 x 10-12 ampere, garam uranium hanyalah 0,3 x 10-12 ampere. Dari sini ia menduga ada unsur lain dalam bijih tersebut. Dengan penyulingan kimiawi didapatlah unsur yang dinamainya polonium sesuai tanah kelahirannya. Dalam publikasinya "On A New Radioactive Substance Contained in Pitch Blende" ia memaparkan bahwa polonium 400 kali lebih radioaktif dibanding uranium.
Namun pasangan itu yakin masih ada unsur radioaktif lain dalam bijih tersebut. Mereka mengundang ahli spektroskopi kimia, Eugene Demarcay, untuk menganalisis keberadaannya. Sesuai dugaan memang terdeteksi spektra baru dari unsur temuan yang kemudian mereka namakan radium.
Untuk analisis lebih lanjut dibutuhkan radium dalam jumlah besar dan tentunya dibutuhkan bijih yang banyak pula. Mereka mengangkut bijih sisa tambang ke laboratorium mereka secara perodik. Suatu pekerjaan melelahkan yang bagi orang awam terhitung aneh sehingga sampai-sampai mereka diolok sebagai pasangan gila. Setelah bahan dan alat tersedia, Marie layaknya ahli kimia mengekstrak radium sementara Pierre Curie menggunakan fisika untuk meneliti sifat radioaktifnya. Pada 1902, pasangan Curie mengisolasi hanya 0,1 gram radium dari lebih dari satu ton bijih.
Nobel
Tahun 1903 hadiah Nobel Fisika dianugerahkan separuh untuk pasangan Curie dan separuh lagi untuk Henri Becquerel atas jasa-jasa mereka dalam penemuan radioaktivitas.
Duka mendalam bagi keluarga Curie saat Pierre meninggal dalam sebuah kecelakaan. Dengan sepeninggal Pierre, jabatan profesor di Sorbonne kosong dan akhirnya dipilihlah Marie sebagai penggantinya. Untuk pertama kali seorang wanita mengajar di Sorbonne! Dalam opini Le Journal terbitan 6 November 1906 kuliahnya dikomentari sebagai berikut: "Hari ini kita menyaksikan perayaan kemenangan bagi kaum wanita. Jika seorang wanita telah diperbolehkan mengajar tentang ilmu-ilmu tinggi, dalam bidang apalagi kaum pria akan bisa menunjukkan kelebihan mereka? Perlu diketahui bahwa sudah tiba saatnya wanita akan diakui sepenuhnya sebagai manusia."
Baru pada tahun 1911 Marie mendapat Nobel Kimia atas penemuan polonium dan radium, isolasi radium serta penentuan sifat-sifanya. Nobel keduanya ini membuatnya semakin terkenal dan percaya diri. Sebagai bentuk penghargaan pada dirinya, presiden AS Harding atas nama kaum wanita amerika menghadiahinya 1 gram radium murni senilai US$ 100.000.
Sesuai tekadnya untuk menyerahkan seluruh hidupnya bagi pelayanan kemanusiaan dengan menggunakan sains maka ia banyak terjun langsung dalam pemanfaatan sinar X untuk menangani korban perang. Di samping itu, Marie Curie mendirikan Institut Radium di Paris dan Warsawa, Polandia. Juni 1934, ia dirawat di sanatorium karena penyakit leukimia akibat paparan tinggi radium selama penelitiannya. Ia meninggal dunia pada 4 Juli 1934. Meskipun demikian, ia meninggal dengan penuh kebanggan sebab bukan hanya karena dirinya berhasil mengukir prestasi gemilang dalam ilmu pengetahuan namun lebih dari itu karena anaknya Irene Curie pun berhasil mengikuti jejaknya dengan menemukan radioaktivitas buatan beberapa bulan sebelum ia tiada. Ternyata Marie benar-benar seorang wanita yang menonjol dalam ilmu tanpa harus mengabaikan kewajibannya sebagai ibu. Tidak berlebihan bila ia dijuluki "Einsteinnya kaum perempuan". Banyak wanita muda yang tergugah setelah membaca kisahnya dan karyanya yang inspiratif. Sekarang ini ilmuwan wanita sudah menjadi lazim bukannya tanpa teladan dan kepeloporannya. Ada yang mau jadi Marie Curie abad ini?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar